← Kembali ke Beranda

Surat Terbuka untuk Presiden Republik Indonesia

Jakarta, 8 Juni 2025 – Perkumpulan Usaha Wisata Selam Indonesia (IDCA)

Teriring doa untuk Presiden Republik Indonesia Bapak Prabowo Subianto semoga senantiasa sehat wal-afiat dalam lindungan Tuhan YME.

Hari ini 8 Juni 2025 memperingati The World Ocean Day, izinkan kami menyampaikan kegelisahan kami sebagai warga negara Republik Indonesia, sekaligus mitra pemerintah di sektor wisata selam yang ingin berkolaborasi dan berperan aktif dengan kontribusi nyata untuk membangun dan mengembangkan sektor pariwisata bahari, khususnya di bidang minat khusus ini. Organisasi kami, perkumpulan pelaku usaha wisata selam Indonesia atau Indonesia Divetourism Company Association (IDCA), adalah organisasi aktif yang bernaung di bawah hukum negara Republik Indonesia yang memiliki visi membangun industri wisata selam yang positif di dalam negeri.

Sejalan dengan Astha Cita Presiden Republik Indonesia Bapak Prabowo Subianto, kami sebagai warga negara Indonesia juga sangat peduli terhadap kelestarian lingkungan dan masa depan pariwisata berkelanjutan. Karena itu, kami menaruh keprihatinan yang sangat mendalam atas ancaman serius akibat aktivitas tambang nikel yang saat ini terjadi di kawasan Raja Ampat, Papua Barat Daya, lokasi tambang yang sangat sensitif karena berada di area destinasi selam kelas dunia milik Indonesia yang selama ini selalu kami banggakan.

Sektor pariwisata Indonesia masih mengandalkan daya tariknya pada alam. Data dari Kementerian Pariwisata menunjukkan bahwa lebih dari 60% daya tarik pariwisata Indonesia bersumber dari kekayaan alam. Artinya, kekuatan utama pariwisata nasional kita justru terletak pada alam yang lestari. Dalam studi yang dilakukan oleh UNDP dan BRIN (2021), pendekatan konservasi berbasis masyarakat dan pengembangan ekowisata telah terbukti memberikan manfaat ekonomi tanpa merusak lingkungan.

Pada tahun 2024 sebanyak tercatat sedikitnya 30.000 wisatawan mengunjungi Raja Ampat, di mana 70% wisatawan mancanegara menyumbang sekitar Rp 150 miliar per tahun sebagai Pendapatan Asli Daerah (PAD) Kabupaten. Angka ini tentunya tidak dapat diremehkan begitu saja karena nilai ekonomi Raja Ampat jauh lebih besar dibandingkan angka-angka yang tercatat di permukaan.

Selain itu, Papua telah ditetapkan sebagai provinsi konservasi berdasarkan komitmen para gubernur di Tanah Papua sejak 2018, dan diperkuat dalam sejumlah kebijakan daerah. Maka, segala bentuk pembangunan di kawasan ini sepatutnya tunduk pada prinsip konservasi dan pembangunan berkelanjutan.

Di Raja Ampat, berdasarkan data UPTD BLUD Pengelolaan Kawasan Perairan Raja Ampat disebutkan bahwa Kawasan Konservasi Perairan Raja Ampat mencakup sekitar 2.000.109 hektar, dengan tujuh zona perlindungan (MPAs) yang dikelola baik nasional maupun daerah, termasuk Selat Dampier, Misool, Kepulauan Ayau–Asia, dan Fam. Lokasi tambang saat ini memang tidak secara langsung berada di area perlindungan, tetapi berada pada zona kawasan penyangga yang meliputi sekitar Pulau Kawe, Wayag, serta jalur migrasi satwa laut.

Dampak aktivitas pertambangan yang akan menghasilkan tumpukan sedimen sangat berpotensi mengintervensi kawasan perlindungan. Lumpur tambang terbawa arus laut hingga Wayag, mengancam sinar matahari bawah permukaan, merusak terumbu karang, serta habitat penting seperti zona migrasi manta ray di Eagle Rock. Bagi kami sebagai pelaku usaha wisata selam, gambaran dan fakta-fakta tersebut sangat mengerikan. Apalagi jika kami harus berhadapan dengan dunia internasional yang selama ini mengagungkan nama besar Raja Ampat sebagai "The World Class Diving Site in The Coral Triangle". Aktifitas tambang nikel di Raja Ampat secara langsung akan menghancurkan reputasi Indonesia di mata dunia.

Kami menyadari bahwa pembangunan nasional memerlukan strategi multisektor, termasuk pengembangan industri nikel sebagai bagian dari hilirisasi dan transisi energi. Namun, kami percaya bahwa tidak semua wilayah cocok untuk ditambang. Justru di sinilah pentingnya hadir pendekatan win-win solution antara sektor pertambangan dan pariwisata.

Dengan segala kerendahan dan atas nama hati nurani pelaku usaha wisata selam dan secara tidak langsung mewakili masyarakat Indonesia yang peduli dengan pembangunan secara lestari di Raja Ampat, kami meminta Presiden Republik Indonesia Bapak Prabowo Subianto untuk:

  • Segera memerintahkan pencabutan izin tambang di seluruh kawasan Raja Ampat secara permanen.
  • Perluas perlindungan zona larangan (no take zone) dan zona penyangga antara Kawe dan Wayag.
  • Dorong ekonomi hijau dan ekowisata berbasis masyarakat lokal.
  • Libatkan masyarakat adat dan nelayan lokal dalam pengawasan dan pengelolaan kawasan.

Kami yakin Presiden Republik Indonesia Bapak Prabowo Subianto yang selama ini meletakkan nafas pemerintahan yang adil dan kerakyatan bisa sangat memahami bahwa pembangunan tidak bisa mengorbankan aset alam dan budaya yang tak ternilai. Demi keadilan dan reputasi negara ini, pembatalan izin tambang di Raja Ampat, penataan ulang zona strategis, dan penguatan tata kelola konservasi akan menjadi teladan bagi dunia: bahwa Indonesia bisa memimpin pembangunan hijau yang adil, lestari, dan berpihak kepada rakyat.

Untuk Indonesia Lestari,

Ebram Harimurti – Ketua Umum IDCA
Rani Hernanda – Sekretaris Jenderal IDCA


Siaran Pers: Hentikan Tambang Nikel di Raja Ampat

Jakarta, 8 Juni 2025 – IDCA

Bertepatan dengan peringatan World Ocean Day, Perkumpulan Usaha Wisata Selam Indonesia atau Indonesia Divetourism Company Association (IDCA) melayangkan surat terbuka kepada Presiden Republik Indonesia, Bapak Prabowo Subianto. Surat tersebut menyuarakan kekhawatiran mendalam atas aktivitas pertambangan nikel di kawasan Raja Ampat, Papua Barat Daya—destinasi selam kelas dunia yang saat ini terancam rusak akibat ekspansi industri ekstraktif berupa tambang nikel.

Dalam surat terbuka kepada Presiden Prabowo, IDCA menyampaikan empat tuntutan utama, yaitu: pencabutan permanen izin tambang di Raja Ampat, perluasan zona perlindungan laut, penguatan ekonomi hijau berbasis masyarakat, dan pelibatan aktif komunitas lokal dalam pengelolaan kawasan.

“Raja Ampat bukan hanya kebanggaan nasional, tapi juga simbol konservasi laut global. Keberadaan industri ekstraktif seperti tambang nikel menjadi sangat kontradiktif di kawasan dengan nilai ekologis setinggi ini,” ujar Ebram Harimurti.

IDCA mengingatkan bahwa lebih dari 60% daya tarik pariwisata Indonesia berasal dari kekayaan alam. Raja Ampat sendiri tercatat menghasilkan lebih dari Rp 150 miliar per tahun dari sektor pariwisata, yang jauh lebih berkelanjutan dibanding industri tambang yang sifatnya jangka pendek dan merusak lingkungan.

Lokasi tambang di Pulau Kawe yang berdekatan dengan ikon wisata Wayag dikhawatirkan akan mencemari kawasan konservasi melalui sedimentasi laut, membahayakan habitat manta ray, terumbu karang, dan reputasi Indonesia sebagai destinasi selam terbaik dunia.

“Kami menyadari bahwa pembangunan nasional memerlukan strategi multisektor, termasuk pengembangan industri nikel sebagai bagian dari hilirisasi dan transisi energi. Namun, kami percaya bahwa tidak semua wilayah cocok untuk ditambang. Justru di sinilah pentingnya hadir pendekatan win-win solution antara sektor pertambangan dan pariwisata.”

Melalui seruan ini, IDCA mengajak seluruh pemangku kepentingan untuk menjaga warisan laut Indonesia dan menjadikan pembangunan hijau sebagai pilar utama masa depan bangsa.

Untuk informasi lebih lanjut:

Martin Wetik
Ketua Bidang Humas & Antarlembaga
Perkumpulan Usaha Wisata Selam Indonesia / Indonesia Divetourism Company Association (IDCA)
Telp: +62 812 81197303
Alamat: Jl. Tebet Timur Raya No.2, Jakarta Selatan 12820


Unduh Dokumen Asli

Dukung Konservasi Laut Indonesia

Bagikan pesan ini dan dukung pelestarian Raja Ampat. 🌊

Hubungi Kami